Monday 10 December 2012

Polisi Akui Kesulitan Tangani Cyber Crime via Jejaring Sosial

Ratusan peserta mendengarkan paparan empat narasumber dalam seminar nasional yang digelar Kelompok Studi dan Penelitian (KSP) Principium di Fakultas Hukum UNS, Sabtu (3/11/2012). (Tri Rahayu/JIBI/SOLOPOS)
SOLO -— Kanit I Subdit I Dit Reskrimsus Polda Jateng, Kompol Iswanto SE, mengaku kesulitan menangani tindak kriminalitas di dunia maya (cyber crime) melalui jejaring sosial Facebook dan handpone (HP). Dalam penanganan kasus tersebut membutuhkan waktu lama karena harus menggunakan pendekatan memancing (fishing).

Penegasan Kompol Iswanto tersebut disampaikan dalam seminar nasional bertajuk Penegakkan Hukum dan Perlindungan Pengguna Teknologi Informatika Dalam Pemberantasan Cyber Crime di Indonesia, Sabtu (3/11/2012) di Aula Gedung III Fakultas Hukum (FH) Universitas Sebelas Maret (UNS).

Selain perwakilan Polda Jateng, hadir pula Head of School of Computer Science Universitas Bina Nusantara, Fredy Purnomo SKom MKom; Pejabat Staf Ahli Menteri Bidang Hukum Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo), Budi Priyono; dan Guru Besar Fakultas Hukum UNS, Prof Dr Supanto SH MH. Seminar yang diadakan Kelompok Studi dan Penelitian (KSP) Principium di Fakultas Hukum UNS merupakan agenda rutin tahunan.

“Banyak kasus penipuan lewat SMS, mulai dari penipuan biasa sampai yang meresahkan. Contohnya, tolong transfer ke rekening ini ya! Ada lagi, ini Papa lagi kecelakaan segera kirim pulsa ya! Ada juga yang mengaku dokter yang meminta biaya operasi dan seterusnya. Ironisnya, ada warga yang sudah transfer uang baru tanya ke polisi, itu penipuan ya pak? Kan susah,” ujarnya.

Menurut dia, dalam pengungkapkan kasus cyber crime, terutama yang melalui Facebook dan SMS, aparat memiliki dua kendala. Dia menerangkan kasus penipuan lewat Facebook cukup kesulitan karena server-nya ada di Amerika Serikat (AS). Pihak pengelola server Facebook pun, kata dia, hanya membantu polisi di Indonesia bila berkaitan dengan kejahatan transnasional, seperti terorisme, trafficking dan sejenisnya.

“Kalau sekadar pencemaran nama baik dan penipuan, mereka tak mau bantu data,” tambahnya.
Sedangkan kendala dalam penuntaskan kasus penipuan via SMS itu, sambung dia, disebabkan tidak ada single id. Dia mengatakan orang beli kartu baru dengan memasukan nomor dan nama asal pun bisa. KTP elektronik (e-KTP), bagi Iswanto, belum bisa diandalkan karena masih semrawut.

“Oleh karenanya dalam penuntasan kasus cyber crime itu kuncinya hanya satu, nyebar godhong kara atau sabar sawetara. Selain itu kami melakukan fishing atau memancing seseorang yang dicurigai,” tambahnya.
Fredy lebih mengulas tentang teknik-teknik hacker dan cracker dalam melakukan tindak kejahatan. Dia menyampaikan data dalam waktu satu menit ada 20 orang yang melakukan kejahatan di internet. Termasuk kejahatan terhadap pengguna kartu kredit, ungkap dia, paling dominan mencapai 75%.

“Anehnya hanya 13% yang tahu bila kartu kredit mereka dibobol penjahat. Kebanyakan para pelaku memanfaatkan social engineering dalam mendapatkan data. Pelaku bisa mendapatkan data lewat wawancara atau mencari dokumen di tong sampah. Makanya hati-hati buang bukti traksasi perbankan ke sampah,” tuturnya.

No comments:

Post a Comment